Secara garis besar, novel ARUMDALU mengisahkan seorang Danti Arumdalu—kembang kota Salatiga pada masa pra-Perang Diponegoro—sejak masa remajanya hingga menikah serta kemudian menjadi ’simpanan’ bangsawan Ngayogyakarta, yang diwarnai hubungan dengan beberapa orang yang pernah menaksirnya, termasuk Ki Brontok teman semasa kecil yang kemudian menjadi pengawalnya.

Di sisi lain, juga pemuda Resa yang pernah menjadi pacarnya, yang lebih merumitkan peristiwa karena sesudah ayahnya dibunuh oleh orang-orang misterius. Sehingga terjadi permusuhan antarkelompok,yang dilatari oleh masalah pribadi sekaligus keberpihakan antara mereka yang memihak kolonial Belanda dan mereka yang memihak kepada Pangeran Diponegoro.

Yang menarik, plot ceritanya dibuat dengan model ‘menulis surat’ (oleh seorang tokoh bernama Danukusuma).
Dan dalam Arumdalu, tokoh Aku sebagai pencerita yang bernama Ki Brontok (mudanya bernama Brata), juga bercerita berdasarkan cerita-cerita dari orang-orang dekatnya. Karena dalam kisah keseluruhan Sang Aku juga hanya menjadi sosok kecil yang terlibat dalam kejadian-kejadian yang lebih besar.

Yang tak kalah menarik, dalam memberikan sugesti pembacanya serta memperkuat penceritaan, penulis agaknya sengaja menyusupkan banyak kata, ungkapan, dan bebasan-paribasan Jawa, Belanda, bahkan Cina. Yaitu untuk lebih menonjolkan situasi ketika tanah Jawa dikuasai oleh penjajah Belanda dan Cina yang diperankan sebagai begundalnya.
Pemakaian kata-kata lokal dan asing itu mendukung ‘warna lokal’ novel ini. Selebihnya memberikan tambahan kosa-kata bahasa kita, serta memperkaya pengetahuan kebahasaan dan budaya masyarakat penuturnya. Pembaca juga akan menemukan banyak nuansa-nuansa puitis di dalamnya.

Dalam Arumdalu ini, penulisnya cukup bijak dalam menggambarkan peristiwa kekerasan. Detail tapi tidak vulgar. Gambaran perkelahian tidak terkesan membosankan, tapi cukup melukiskan kegarangan laki-laki dalam memperjuangkan prinsip hidupnya.
Begitu pun dalam melukiskan peristiwa seksualitas, tampak cukup logis, karena sebelumnya sudah dikisahkan latar-belakang kehidupan yang berat, yang melingkupi suasana kejiwaan tokoh-tokohnya.

Pada bagian lain, Junaedi tampak piawai melukiskan suasana seseorang dalam kondisi mabuk minuman keras. Ia tidak semata menggambarkannya secara fisik, tetapi gejolak batin yang tak terkendali, seperti ketika Brata pulang ke rumah masa kecilnya di loji Wanditan ternyata sudah kosong, hanya menemukan botol-botol jenewer yang kemudian dihirupnya.
Jurang kehidupan sosial kemasyarakatan pun digambarkan cukup apik, hingga mampu mengantar Pembaca melewati time tunnel ke masa lampau. Singkatnya, dari novel ARUMDALU ini banyak hikmah yang bisa kita sadap. Tiada lain untuk memilih yang baik dan diteladani, serta yang buruk untuk disingkiri.

(Oleh Soekoso DM, penyair dan budayawan)

*tulisan ini disampaikan pada acara bedah buku ARUMDALU karya Junaedi Setiyono, 8 Agustus 2010 di Gedung Wiloso Muda Mudi, Purworejo.

Detail Buku
Judul: ARUMDALU
Tagline: Tiap-tiap sejarah besar diwarnai kejadian kecil yang kadang lebih menarik daripada peristiwa besar itu sendiri
Pengarang: Junaedi Setiyono
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, Mei 2010
Tebal: 378 hlm

Sumber: http://cerita-utama.serambi.co.id/